Korban Facebook bukan hanya di Indonesia. Di Inggris, sebuah lembaga perlindungan anak mendesak jejaring sosial terbesar di dunia, Facebook, untuk menambahkan "tombol panik" ke halaman jejaring sosialnya. Hal ini dilakukan terkait peristiwa pembunuhan seorang remaja asal Inggris yang disangkut pautkan dengan Facebook.
Jim Gamble, Kepala Executif Eksploitasi Anak dan Pusat Perlindungan Online (CEOP) mengatakan, awalnya Facebook tidak setuju dengan permintaan yang dibahas pada pertemuan di Washington. Setelah berbicara selama empat jam, Gamble mengatakan Facebook telah mendekati untuk "melakukan hal yang benar", dan pihaknya terus mendesak situs untuk mengubah "kata-kata menjadi tindakan." "Tidak ada keraguan, mereka akan memperbaiki posisi mereka mengenai keselamatan anak. Kami juga menyadari bahwa yang dicari adalah mengubah kata-kata menjadi tindakan," kata Gamble.
Dengan dipasangnya tombol panik, memungkinkan anak-anak yang merasa terancam saat online dapat dengan cepat menghubungi sejumlah sumber bantuan, seperti CEOP atau bantuan anti-penindasan. Politisi, polisi, dan kelompok-kelompok anti-penindasan telah menyuarakan kemarahan mereka kepada situs online raksasa yang tidak tunduk pada peraturan untuk menyertakan sistem tersebut.
Baru-baru ini seorang pria megunakan Facebook untuk memikat, memperkosa, dan membunuh seorang gadis remaja. Peter Chapman berpose sebagai seorang anak muda untuk memikat gadis remaja berusia 17 tahun, Ashleigh Hall yang akhirnya tewas dibunuh. Wah kalau di Inggris sudah demikian, bagaimana dengan di Indonesia ya?.(AFP/AST)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar