Song Ji Seon yang baru berusia 30 tahun, presenter di sebuah stasiun televisi swasta kabel, khususnya saluran olahraga Olahraga MBC, membuat terperangah masyarakat Korea dengan sebuah pesan singkat di Twitter mengisyaratkan rencana sang artis cantik ini untuk bunuh diri.
Rencana bunuh diri ini pada akhirnya dilakukan sang artis pada Senin 23 Mei 2011 dengan melompat dari jendela apartemennya di lantai 19 dan mayatnya ditemukan oleh seorang penjaga keamanan di lantai tempat parkir di sebelah apartemennya.
Polisi setempat menyimpulkan Song Ji Seon lompat dari jendela apartemennya di lantai 19, “Kami menemukan catatan di mejanya dan memeriksa apakah itu catatan bunuh diri,” ungkap juru bicara kepolisian.
Sebenarnya upaya bunuh diri dengan cara menggantung diri sudah pernah dilakukan pada tanggal 7 Mei sebelumnya, namun tampaknya Song Ji Seon terlalu takut, bahwa hal itu terlalu menyakitkan. Setelah pesan di Twitter untuk upaya bunuh diri tersebar, polisi datang untuk melakukan pencegahan ke apartemennya, saat itu polisi menjumpai Song Ji Seon sedang pulas tertidur setelah menenggak tiga butir pil tidur.
Gosip bahwa Song Ji Seon bunuh diri karena hubungan asmaranya dengan seorang atlet baseball, Im Tae-Hoon. Sebelumnya memang Song Ji Seon pernah mengungkapkan hubungan asmaranya dengan sang atlet yang membantah pernyataan Song dan menyatakan tidak pernah ada hubungan apapun dengannya.
Masyarakat Korea Selatan yang dikejutkan peristiwa bunuh diri para artis. Dalam satu minggu di akhir bulan Mei 2011, tercatat dua selebritis mengakhiri hidup dengan mengenaskan. Selain presenter Song Ji Seon, mantan personil SG Wannabe, Chae Dong Ha yang berusia 30 tahun juga ditemukan meninggal gantung diri di rumahnya.
Chae Dong Ha dikabarkan selalu mengeluhkan tentang tekanan pekerjaan yang dialaminya sebelum bunuh diri, sementara dugaan lain muncul bahwa depresi yang dialami Chae Dong Ha bersumber dari bunuh diri mantan manajernya, yang meninggal dua tahun lalu dengan cara menghirup gas di sebuah kamar motel.
Kamis, 27 Oktober 2011
Artis Korea Bunuh Diri Lantaran Diperkosa 100 kali
Malang sekali nasib artis Korea ini. Jang Ja Yeon pemeran Boys Over Flowers yang bunuh diri pada 7 Maret 2009 lalu di usia yang tergolong belia, 26 tahun, karena frustasi menjadi korban pelecehan seksual dan bahkan pemaksaan melakukan hubungan seksual melayani 30-an orang, mulai dari karyawan hingga wartawan sebanyak lebih dari 100 kali, demikian seperti dilansir dari Allkpop (6/3).Malang sekali nasib artis Korea ini. Jang Ja Yeon pemeran Boys Over Flowers yang bunuh diri pada 7 Maret 2009 lalu di usia yang tergolong belia, 26 tahun, karena frustasi menjadi korban pelecehan seksual dan bahkan pemaksaan melakukan hubungan seksual melayani 30-an orang, mulai dari karyawan hingga wartawan sebanyak lebih dari 100 kali, demikian seperti dilansir dari Allkpop (6/3).
Alasan Kenapa Orang Jepang Suka Naik kereta Api
Capek nulis tentang tutorial komputer terus sesekali lainnya, dan kali ini membahas Kereta Api Jepang. Kalau di Indonesia, kepopuleran kereta api masih kalah dengan kendaraan umum macam bus apalagi dengan kendaraan pribadi alias mobil pribadi. Namun di Jepang kereta api lebih populer.Orang-orang Jepang rata-rata punya mobil pribadi, namun mereka lebih sukan naik kereta api, dulu saya berpikir alasannya tentu karena lebih nyaman, maklum kereta api Jepang lebih bagus dan cepat dibanding kereta api kita hiks…
Namun akhirnya rahasia kenapa orang Jepang lebih suka naik kereta api terjawab juga setelah melihat gambar dibawah ini, hmmmm pantas aja penumpangnya banyak pria ketimbang wanita, rupanya alasannya simple sekali.
Namun akhirnya rahasia kenapa orang Jepang lebih suka naik kereta api terjawab juga setelah melihat gambar dibawah ini, hmmmm pantas aja penumpangnya banyak pria ketimbang wanita, rupanya alasannya simple sekali.
Selasa, 11 Oktober 2011
E-library
PENGANTAR TELEMATIKA
Kelompok : Dian Oktaviani R (10108575)
Emy Indriyani (10108702)
Zia Chalieda (12108143)
E-Library
A. Pengertian E-library
________________________________________
Ditengah perkembangan kemajuan teknologi informasi dewasa ini, perpustakaan sekolah perlu melakukan terobosan baru guna meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan kepada penggunanya. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan menerapkan e-liberary.
E-liberary atau perpustakaan elektronik yang merupakan penyimpanan informasi, dokumen, audiovisual, dan materi grafis yang tersimpan dalam berbagai jenis media, misalnya buku cetak, majalah, laporan dan poster hingga ke mikrofis, slide, film, video, compact disc, audio tapes, optical disc, pita magnetis, disket atau floppy disc, serta media lain yang tengah dikembangkan. E-liberary merupakan salah satu bentuk kemajuan di bidang teknologi informasi. Definisi teknologi informasi itu sendiri adalah teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah serta menyebarkan informasi. Perpustakaan elektronik juga merupakan bagian sebuah jaringan kerja (network). Dimana secara teoritispemakai dapat memperoleh salinanelektronik sebuah dokumen darimanapun, asal tidak ada kendala keamanan, politik, ekonomi, dan social. Beberapa perpustakaan sekolah telah memulai langkah keperpustakaan elektronik, ada pula perpustakaan yang telah mengkomputerkan system temu balik serta system jasanya. Hanya saja mengingat teknologi informasi tidak hanya terbatas pada perangkat keras (alat) dan perangkat lunak (program), tetapi juga mengikut sertakan manusia serta tujuan yang ditentukan maka pengguna teknologi informasi terutama e-liberary sebagai pilihan dalam mengembangkan perpustakaan sekolah, perlu memperhatikan beberapa aspek diantaranya aturan dan kemampuan sekolah yang bersangkutan e-liberary mulai berkembang pesat sejak tahun 1990 diiringi dengan kemajuan teknologi jaringan computer yang memungkinkan pengaksesan informasi dari satu tempat ke tempat lain yang sangat jauh dalam waktu singkat.
Dimulai dengan terselenggarakannya “workshop on digital libraries” pada tahun 1994 di Amerika. E-liberary atau perpustakaan digital adalah suatu perpustakaan yang menyimpan data baik itu buku (tulisan), gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan menggunakan protokol elektronik melalui jaringan computer. Istilah e-liberary sendiri mengandung pengertian sama dengan virtuallibrary. Sedangkan istilah yang sering digunakan dewasa ini adalah digitallibrary, hal ini bisa kita lihat dengan seiring munculnya istilah tersebut dalam workshop, symposium, atau konfrensi dengan memakai nama tersebut.
Digital Library Federation di Amerika Serikat memberikan definisi perpustakaan digital sebagai organisasi-organisasi yang menyediakan sumber-sumber, termasuk staff dengan keahlian khusus, untuk menyeleksi, menyusun, menginterpretasi, memberikan akses intelektual, mendistribusikan, melestarikan, dan menjamin keberadaan koleksi karya-karya digital sepanjang waktu sehingga koleksi tersebut dapat digunakan oleh komunitas masyarakat tertentu atau masyarakat terpilih, secara ekonomis dan mudah.
Berdasarkan International Conference of Digital Library 2004,konsep Perpustakaan digital adalah sebagai perpustakaan elektronik yang informasinya didapat, disimpan, dan diperoleh kembali melalui format digital. Perpustakaan digital merupakan kelompok workstations yang saling berkaitan dan terhubung dengan jaringan (networks) berkecepatan tinggi. Pustakawan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mendapat, menyimpan, memformat, menelusur atau mendapatkan kembali, dan mereproduksi informasi nonteks. Sistem informasi modern kini dapat menyajikan informasi secara elektronik dan memanipulasi secara otomatis dalam kecepatan tinggi.
B. Sejarah Pengembangan Perpustakaan Digital
________________________________________
Gagasan yang muncul pertama kali sebagai dasar konsep perpustakaan digital muncul pada bulan Juli tahun 1945 oleh Vannevar Bush. Beliau mengeluhkan penyimpanan informasi manual yang menghambat akses terhadap penelitian yang sudah dipublikasikan. Untuk itu, Bush mengajukan ide untuk membuat catatan dan perpustakaan pribadi (untuk buku, rekaman/dokumentasi, dan komunikasi) yang termekanisasi.
Selama dekade 1950-an dan 1960-an keterbukaan akses terhadap koleksi perpustakaan terus diusahakan oleh peneliti, pustakawan, dan pihak-pihak lain, tetapi teknologi yang ada belum cukup menunjang.
Pada awal 1980-an fungsi-fungsi perpustakaan telah diotomasi melalui perangkat komputer, namun hanya pada lembaga-lembaga besar mengingat biaya investasi yang tinggi. Misalnya pada Library of Congress di Amerika yang telah mengimplementasikan sistem tampilan dokumen elektronik (electronic document imaging systems) untuk kepentingan penelitian dan operasional perpustakaan.Dari sudut pandang pengguna, komputer bukanlah bagian dari fasilitas manajemen perpustakaan melainkan hanya pelayanan untuk digunakan staf perpustakaan.
Pada awal 1990-an hampir seluruh fungsi perpustakaan ditunjang dengan otomasi dalam jumlah dan cara tertentu. Fungsi-fungsi tersebut antara lain pembuatan katalog, sirkulasi, peminjaman antar perpustakaan, pengelolaan jurnal, penambahan koleksi, kontrol keuangan, manajemen koleksi yang sudah ada, dan data pengguna. Dalam periode ini komunikasi data secara elektronik dari satu perpustakaan ke perpustakaan lainnya semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1994, Library of Congress mengeluarkan rancangan National Digital Library dengan menggunakan tampilan dokumen elektronik, penyimpanan dan penelusuran teks secara elektronik, dan teknologi lainnya terhadap koleksi cetak dan non-cetak tertentu. Selanjutnya pada September 1995, enam universitas di Amerika diberi dana untuk melakukan proyek penelitian perpustakaan digital. Penelitian yang didanai NSF/ARPA/NASA ini melibatkan peneliti dari berbagai bidang, organisasi penerbit dan percetakan, perpustakaan-perpustakaan, dan pemerintah Amerika sendiri. Proyek ini cukup berhasil dan menjadi dasar penelitian perpustakaan digital di dunia.
• Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Perpustakaan
Perpustakaan sebagai salah satu penyedia informasi yang sangat penting kedudukannya dalam dunia informasi dan pendidikan harus dapat menjawab tantangan di era informasi ini. Tantangan tersebut adalah bagaimana menyalurkan informasi dengan cepat, tepat, dan global.
Untuk menjawab tantangan tersebut, perpustakaan pun melakukan perubahan-perubahan. Perubahan pertama yang dilakukan adalah mekanisasi. Mekanisasi pertama dilakukan dalam sistem administrasi khususnya katalog. Namun katalog ini bukanlah katalog yang kita kenal sebagai OPAC (Online Public Access Catalogue). Katalog ini hanya berupa daftar koleksi dan sumber perpustakaan tanpa terhubung dengan catatan peminjaman atau sumber eksternal.
Perubahan selanjutnya adalah mengintegrasikan fungsi komputer lebih jauh. Komputer selain berfungsi sebagai katalog elektronik, juga berfungsi untuk menampilkan perkembangan aktivitas peminjaman sehingga pustakawan dapat mengamati aktivitas peminjam secara detail guna memenuhi kebutuhan pengguna.
Kemudian perpustakaan mengadopsi otomasi yang merupakan buah dari pesatnya perkembangan teknologi komputer dan network pada masa 1980-an hingga 1990-an. Selain otomasi perpustakaan internal, teknologi komputer juga digunakan untuk komunikasi antar perpustakaan secara terbatas karena faktor biaya.
Perkembangan selanjutnya adalah penggunaan Electronic Data Interchange (EDI). EDI adalah pertukaran informasi bisnis antar komputer yang menggunakan format standar tertentu. Penggunaan EDI pada perpustakaan sama banyaknya dengan penggunaan EDI dalam dunia bisnis. EDI memungkinkan untuk berbagi data secara lebih luas dalam bentuk peminjaman antar perpustakaan, surat elektronik, pemesanan pinjaman secara elektronik, dan penyajian dokumen secara elektronik.
Tidak ada satu perpustakaan pun yang menyimpan seluruh informasi/terbitan, tapi pustakawan tetap harus berperan dalam menyediakan akses demi mendapat informasi yang lengkap. Salah satu caranya adalah dengan peminjaman antar perpustakaan. Dan sekarang ini lebih banyak perpustakaan yang melakukan kerjasama melalui jalur elektronik untuk mendapat keuntungan bersama. Konsep perpustakaan pun berubah dari user oriented menjadi user satisfaction oriented, kecenderungan untuk memberikan kepuasan pengguna lebih diutamakan.
• Motif-motif yang Mendasari Pengembangan Perpustakaan Digital
1. Pada perpustakaan konvensional, akses terhadap dokumen terbatas pada kedekatan fisik. Pengguna harus datang untuk mendapat dokumen yang diinginkan, atau melalui jasa pos. Untuk mengatasi keterbatasan ini perpustakaan digital diharap mampu untuk menyediakan akses cepat terhadap katalog dan bibliografi serta isi buku, jurnal, dan koleksi perpustakan lainnya secara lengkap.
2. Melalui komponen manajemen database, penyimpanan teks, sistem telusur, dan tampilan dokumen elektronik, sistem perpustakaan digital diharap mampu mencari database koleksi yang mengandung karakter tertentu, baik sebagai kata maupun sebagai bagian kata. Di perpustakaan konvensional penelusuran seperti ini tidak mungkin dilakukan.
3. Untuk menyederhanakan perawatan dan kontrol harian atas koleksi perpustakaan.
4. Untuk mengurangi bahkan menghilangkan tugas-tugas staf tertentu, misalnya menaruh terbitan baru di rak, mengembalikan buku yang selesai dipinjam ke rak, dan lain-lain.
5. Untuk mengurangi penggunaan ruangan yang semakin terbatas dan mahal.
C. Definisi perpustakaan digital
________________________________________
Ada banyak definisi perpustakaan digital berdasarkan pendapat para ahli atau beberapa lembaga. Di atas telah dicantumkan salah satunya yaitu, definisi yang dibuat oleh Digital Library Federation. Berikut beberapa definisi yang dirumuskan oleh lembaga/orang lain.
The Digital Library Initiatives menggambarkan perpustakaan digital sebagai lingkungan yang bersama-sama memberi koleksi, pelayanan, dan manusia untuk menunjang kreasi, diseminasi, penggunaan, dan pelestarian data, informasi, dan pengetahuan.
William Saffady mendefinisikan perpustakaan digital secara luas sebagai koleksi informasi yang dapat diproses melalui komputer atau repositori untuk informasi-informasi semacam itu.
John Millard mendefinisikannya sebagai perpustakaan yang berbeda dari sistem penelusuran informasi karena memiliki lebih banyak jenis media, menyediakan pelayanan dan fungsi tambahan, termasuk tahap lain dalam siklus informasi, dari pembuatan hingga penggunaan. Perpustakaan digital bisa dianggap sebagai institusi informasi dalam bentuk baru atau sebagai perluasan dari pelayanan perpustakaan yang sudah ada.
T.B. Rajashekar mendefinisikannya sebagai koleksi informasi yang dikelola, yang memiliki pelayanan terkait, yang informasinya disimpan dalam format digital dan dapat diakses melalui jaringan.
James Billington, pustakawan Library of Congress, dalam Rogers (1994), melukiskan perpustakaan digital sebagai sebuah koalisi dari institusi-institusi yang mengumpulkan koleksi-koleksinya yang khas secara elektronik.
Drobnik dan Monch (dalam Nugroho, 2000) mendefinisikan perpustakaan digital sebagai sekumpulan dokumen elektronik yang diorganisasikan agar mudah ditemukan ulang dan dibaca.
Association of Research Libraries (ARL), 1995, mendefinisikan perpustakaan digital sebagai berikut:
1. Perpustakaan digital bukanlah kesatuan tunggal.
2. Perpustakaan digital memerlukan teknologi untuk dapat menghubungkan ke berbagai sumberdaya.
3. Hubungan antara berbagai perpustakaan digital dan layanan informasi bagi pemakai bersifat transparan.
4. Akses universal terhadap perpustakaan digital dan layanan informasi merupakan suatu tujuan.
5. Koleksi-koleksi perpustakaan digital tidak terbatas pada wakil dokumen; koleksi meluas sampai artefak digital yang tidak dapat diwakili atau didistribusikan dalam format tercetak.
Komariah Kartasasmita mendefinisikan perpustakaan digital sebagai sebuah sistem yang memiliki berbagai layanan dan obyek informasi yang mendukung pemakai yang membutuhkan obyek informasi tersebut melalui perangkat digital atau elektronik.
Romi Satria Wahono mendefinisikan perpustakaan digital sebagai suatu perpustakaan yang menyimpan data baik itu buku (tulisan), gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan menggunakan protokol elektronik melalui jaringan komputer. Menurutnya, istilah perpustakaan digital memiliki pengertian yang sama dengan perpustakaan elektronik (electronic library) dan perpustakaan maya (virtual library)
Sedangkan Perez dan Enrech berpendapat bahwa definisi yang tepat dari perpustakaan maya (virtual library) diadaptasi dari visi sebagai berikut: akses jarak jauh dari titik manapun di dunia ini menuju isi perpustakaan dan segala jenis informasi, dengan menggunakan komputer.
Dari definisi-definisi di atas dapat diambil sintesa bahwa perpustakaan digital adalah organisasi atau lingkungan yang mengelola koleksi informasi berupa tulisan, gambar, dan suara dalam bentuk elektronik dan memberikan pelayanan kepada pengguna melalui jaringan internet.
D. Tujuan Perpustakaan Digital
________________________________________
Sebagaimana yang diharapkan pada gagasan awal, perpustakaan digital bertujuan untuk membuka akses seluas-luasnya terhadap informasi yang sudah dipublikasikan. Tujuan perpustakaan digital menurut Association of Research Libraries (ARL), 1995, adalah sebagai berikut:
• Untuk melancarkan pengembangan yang sistematis tentang cara mengumpulkan, menyimpan, dan mengorganisasi informasi dan pengetahuan dalam format digital.
• Untuk mengembangkan pengiriman informasi yang hemat dan efisien di semua sektor.
• Untuk mendorong upaya kerjasama yang sangat mempengaruhi investasi pada sumber-sumber penelitian dan jaringan komunikasi.
• Untuk memperkuat komunikasi dan kerjasama dalam penelitian, perdagangan, pemerintah, dan lingkungan pendidikan.
• Untuk mengadakan peran kepemimpinan internasional pada generasi berikutnya dan penyebaran pengetahuan ke dalam wilayah strategis yang penting.
• Untuk memperbesar kesempatan belajar sepanjang hayat.
E. Peran Perpustakaan Digital
________________________________________
Ismail Fahmi menjelaskan bahwa perpustakaan digital berperan sebagai penyedia informasi, penyedia layanan informasi, atau pengguna informasi dengan memanfaatkan jaringan dan teknologi digital. Namun bagaimana koleksi digital itu dimanfaatkan, sangat tergantung dari bagaimana informasi tersebut dibuat, diorganisasikan, dan disajikan.
Selain itu perpustakaan digital bukan hanya berkenaan dengan manajemen pengetahuan (knowledge management) dan informasi. Arlinah Raharjo menjelaskan bahwa perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi mulai diharapkan untuk menjalankan peranan yang lebih sebagai pendamping dalam proses pendidikan seumur hidup. Tantangan bagi pustakawan adalah untuk memahami dan menentukan posisinya dalam proses perubahan dan beralih dari pemikiran perpustakaan sebagai ruang fisik semata ke suatu kenyataan baru perpustakaan sebagai organisasi yang harus mengembangkan jenis layanan informasi digital.
F. Masalah dan Isu-Isu mengenai Perpustakaan Digital
________________________________________
Pengembangan perpustakaan digital bukan tidak mengalami hambatan. Ada beberapa hal yang menjadi bahan perhatian, yaitu:
1. Kemampuan dan penentuan biaya. Seperti halnya dengan inovasi lain yang membutuhkan suatu investasi, begitu pun perpustakaan digital. Apalagi infrastruktur komputer masih membutuhkan biaya yang besar.
2. Masalah hak cipta yang terbagi dua: hak cipta pada dokumen yang didigitalkan dan hak cipta pada dokumen di communication network. Di dalam hukum hak cipta masalah transfer dokumen lewat jaringan komputer belum didefinisikan dengan jelas.
3. Masalah mendigitalkan dokumen. Yaitu bagaimana mendigitalkan dokumen dan jenis penyimpanan digital dokumen, baik berupa full text maupun page image.
4. Masalah penarikan biaya. Hal ini menjadi masalah terutama untuk perpustakaan digital swasta yang menarik biaya atas setiap dokumen yang diakses. Penelitian di bidang ini banyak mengarah ke pembuatan sistem deteksi pengaksesan dokumen atau pun upaya mewujudkan electronic money.
Kelompok : Dian Oktaviani R (10108575)
Emy Indriyani (10108702)
Zia Chalieda (12108143)
E-Library
A. Pengertian E-library
________________________________________
Ditengah perkembangan kemajuan teknologi informasi dewasa ini, perpustakaan sekolah perlu melakukan terobosan baru guna meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan kepada penggunanya. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan menerapkan e-liberary.
E-liberary atau perpustakaan elektronik yang merupakan penyimpanan informasi, dokumen, audiovisual, dan materi grafis yang tersimpan dalam berbagai jenis media, misalnya buku cetak, majalah, laporan dan poster hingga ke mikrofis, slide, film, video, compact disc, audio tapes, optical disc, pita magnetis, disket atau floppy disc, serta media lain yang tengah dikembangkan. E-liberary merupakan salah satu bentuk kemajuan di bidang teknologi informasi. Definisi teknologi informasi itu sendiri adalah teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah serta menyebarkan informasi. Perpustakaan elektronik juga merupakan bagian sebuah jaringan kerja (network). Dimana secara teoritispemakai dapat memperoleh salinanelektronik sebuah dokumen darimanapun, asal tidak ada kendala keamanan, politik, ekonomi, dan social. Beberapa perpustakaan sekolah telah memulai langkah keperpustakaan elektronik, ada pula perpustakaan yang telah mengkomputerkan system temu balik serta system jasanya. Hanya saja mengingat teknologi informasi tidak hanya terbatas pada perangkat keras (alat) dan perangkat lunak (program), tetapi juga mengikut sertakan manusia serta tujuan yang ditentukan maka pengguna teknologi informasi terutama e-liberary sebagai pilihan dalam mengembangkan perpustakaan sekolah, perlu memperhatikan beberapa aspek diantaranya aturan dan kemampuan sekolah yang bersangkutan e-liberary mulai berkembang pesat sejak tahun 1990 diiringi dengan kemajuan teknologi jaringan computer yang memungkinkan pengaksesan informasi dari satu tempat ke tempat lain yang sangat jauh dalam waktu singkat.
Dimulai dengan terselenggarakannya “workshop on digital libraries” pada tahun 1994 di Amerika. E-liberary atau perpustakaan digital adalah suatu perpustakaan yang menyimpan data baik itu buku (tulisan), gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan menggunakan protokol elektronik melalui jaringan computer. Istilah e-liberary sendiri mengandung pengertian sama dengan virtuallibrary. Sedangkan istilah yang sering digunakan dewasa ini adalah digitallibrary, hal ini bisa kita lihat dengan seiring munculnya istilah tersebut dalam workshop, symposium, atau konfrensi dengan memakai nama tersebut.
Digital Library Federation di Amerika Serikat memberikan definisi perpustakaan digital sebagai organisasi-organisasi yang menyediakan sumber-sumber, termasuk staff dengan keahlian khusus, untuk menyeleksi, menyusun, menginterpretasi, memberikan akses intelektual, mendistribusikan, melestarikan, dan menjamin keberadaan koleksi karya-karya digital sepanjang waktu sehingga koleksi tersebut dapat digunakan oleh komunitas masyarakat tertentu atau masyarakat terpilih, secara ekonomis dan mudah.
Berdasarkan International Conference of Digital Library 2004,konsep Perpustakaan digital adalah sebagai perpustakaan elektronik yang informasinya didapat, disimpan, dan diperoleh kembali melalui format digital. Perpustakaan digital merupakan kelompok workstations yang saling berkaitan dan terhubung dengan jaringan (networks) berkecepatan tinggi. Pustakawan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mendapat, menyimpan, memformat, menelusur atau mendapatkan kembali, dan mereproduksi informasi nonteks. Sistem informasi modern kini dapat menyajikan informasi secara elektronik dan memanipulasi secara otomatis dalam kecepatan tinggi.
B. Sejarah Pengembangan Perpustakaan Digital
________________________________________
Gagasan yang muncul pertama kali sebagai dasar konsep perpustakaan digital muncul pada bulan Juli tahun 1945 oleh Vannevar Bush. Beliau mengeluhkan penyimpanan informasi manual yang menghambat akses terhadap penelitian yang sudah dipublikasikan. Untuk itu, Bush mengajukan ide untuk membuat catatan dan perpustakaan pribadi (untuk buku, rekaman/dokumentasi, dan komunikasi) yang termekanisasi.
Selama dekade 1950-an dan 1960-an keterbukaan akses terhadap koleksi perpustakaan terus diusahakan oleh peneliti, pustakawan, dan pihak-pihak lain, tetapi teknologi yang ada belum cukup menunjang.
Pada awal 1980-an fungsi-fungsi perpustakaan telah diotomasi melalui perangkat komputer, namun hanya pada lembaga-lembaga besar mengingat biaya investasi yang tinggi. Misalnya pada Library of Congress di Amerika yang telah mengimplementasikan sistem tampilan dokumen elektronik (electronic document imaging systems) untuk kepentingan penelitian dan operasional perpustakaan.Dari sudut pandang pengguna, komputer bukanlah bagian dari fasilitas manajemen perpustakaan melainkan hanya pelayanan untuk digunakan staf perpustakaan.
Pada awal 1990-an hampir seluruh fungsi perpustakaan ditunjang dengan otomasi dalam jumlah dan cara tertentu. Fungsi-fungsi tersebut antara lain pembuatan katalog, sirkulasi, peminjaman antar perpustakaan, pengelolaan jurnal, penambahan koleksi, kontrol keuangan, manajemen koleksi yang sudah ada, dan data pengguna. Dalam periode ini komunikasi data secara elektronik dari satu perpustakaan ke perpustakaan lainnya semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1994, Library of Congress mengeluarkan rancangan National Digital Library dengan menggunakan tampilan dokumen elektronik, penyimpanan dan penelusuran teks secara elektronik, dan teknologi lainnya terhadap koleksi cetak dan non-cetak tertentu. Selanjutnya pada September 1995, enam universitas di Amerika diberi dana untuk melakukan proyek penelitian perpustakaan digital. Penelitian yang didanai NSF/ARPA/NASA ini melibatkan peneliti dari berbagai bidang, organisasi penerbit dan percetakan, perpustakaan-perpustakaan, dan pemerintah Amerika sendiri. Proyek ini cukup berhasil dan menjadi dasar penelitian perpustakaan digital di dunia.
• Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Perpustakaan
Perpustakaan sebagai salah satu penyedia informasi yang sangat penting kedudukannya dalam dunia informasi dan pendidikan harus dapat menjawab tantangan di era informasi ini. Tantangan tersebut adalah bagaimana menyalurkan informasi dengan cepat, tepat, dan global.
Untuk menjawab tantangan tersebut, perpustakaan pun melakukan perubahan-perubahan. Perubahan pertama yang dilakukan adalah mekanisasi. Mekanisasi pertama dilakukan dalam sistem administrasi khususnya katalog. Namun katalog ini bukanlah katalog yang kita kenal sebagai OPAC (Online Public Access Catalogue). Katalog ini hanya berupa daftar koleksi dan sumber perpustakaan tanpa terhubung dengan catatan peminjaman atau sumber eksternal.
Perubahan selanjutnya adalah mengintegrasikan fungsi komputer lebih jauh. Komputer selain berfungsi sebagai katalog elektronik, juga berfungsi untuk menampilkan perkembangan aktivitas peminjaman sehingga pustakawan dapat mengamati aktivitas peminjam secara detail guna memenuhi kebutuhan pengguna.
Kemudian perpustakaan mengadopsi otomasi yang merupakan buah dari pesatnya perkembangan teknologi komputer dan network pada masa 1980-an hingga 1990-an. Selain otomasi perpustakaan internal, teknologi komputer juga digunakan untuk komunikasi antar perpustakaan secara terbatas karena faktor biaya.
Perkembangan selanjutnya adalah penggunaan Electronic Data Interchange (EDI). EDI adalah pertukaran informasi bisnis antar komputer yang menggunakan format standar tertentu. Penggunaan EDI pada perpustakaan sama banyaknya dengan penggunaan EDI dalam dunia bisnis. EDI memungkinkan untuk berbagi data secara lebih luas dalam bentuk peminjaman antar perpustakaan, surat elektronik, pemesanan pinjaman secara elektronik, dan penyajian dokumen secara elektronik.
Tidak ada satu perpustakaan pun yang menyimpan seluruh informasi/terbitan, tapi pustakawan tetap harus berperan dalam menyediakan akses demi mendapat informasi yang lengkap. Salah satu caranya adalah dengan peminjaman antar perpustakaan. Dan sekarang ini lebih banyak perpustakaan yang melakukan kerjasama melalui jalur elektronik untuk mendapat keuntungan bersama. Konsep perpustakaan pun berubah dari user oriented menjadi user satisfaction oriented, kecenderungan untuk memberikan kepuasan pengguna lebih diutamakan.
• Motif-motif yang Mendasari Pengembangan Perpustakaan Digital
1. Pada perpustakaan konvensional, akses terhadap dokumen terbatas pada kedekatan fisik. Pengguna harus datang untuk mendapat dokumen yang diinginkan, atau melalui jasa pos. Untuk mengatasi keterbatasan ini perpustakaan digital diharap mampu untuk menyediakan akses cepat terhadap katalog dan bibliografi serta isi buku, jurnal, dan koleksi perpustakan lainnya secara lengkap.
2. Melalui komponen manajemen database, penyimpanan teks, sistem telusur, dan tampilan dokumen elektronik, sistem perpustakaan digital diharap mampu mencari database koleksi yang mengandung karakter tertentu, baik sebagai kata maupun sebagai bagian kata. Di perpustakaan konvensional penelusuran seperti ini tidak mungkin dilakukan.
3. Untuk menyederhanakan perawatan dan kontrol harian atas koleksi perpustakaan.
4. Untuk mengurangi bahkan menghilangkan tugas-tugas staf tertentu, misalnya menaruh terbitan baru di rak, mengembalikan buku yang selesai dipinjam ke rak, dan lain-lain.
5. Untuk mengurangi penggunaan ruangan yang semakin terbatas dan mahal.
C. Definisi perpustakaan digital
________________________________________
Ada banyak definisi perpustakaan digital berdasarkan pendapat para ahli atau beberapa lembaga. Di atas telah dicantumkan salah satunya yaitu, definisi yang dibuat oleh Digital Library Federation. Berikut beberapa definisi yang dirumuskan oleh lembaga/orang lain.
The Digital Library Initiatives menggambarkan perpustakaan digital sebagai lingkungan yang bersama-sama memberi koleksi, pelayanan, dan manusia untuk menunjang kreasi, diseminasi, penggunaan, dan pelestarian data, informasi, dan pengetahuan.
William Saffady mendefinisikan perpustakaan digital secara luas sebagai koleksi informasi yang dapat diproses melalui komputer atau repositori untuk informasi-informasi semacam itu.
John Millard mendefinisikannya sebagai perpustakaan yang berbeda dari sistem penelusuran informasi karena memiliki lebih banyak jenis media, menyediakan pelayanan dan fungsi tambahan, termasuk tahap lain dalam siklus informasi, dari pembuatan hingga penggunaan. Perpustakaan digital bisa dianggap sebagai institusi informasi dalam bentuk baru atau sebagai perluasan dari pelayanan perpustakaan yang sudah ada.
T.B. Rajashekar mendefinisikannya sebagai koleksi informasi yang dikelola, yang memiliki pelayanan terkait, yang informasinya disimpan dalam format digital dan dapat diakses melalui jaringan.
James Billington, pustakawan Library of Congress, dalam Rogers (1994), melukiskan perpustakaan digital sebagai sebuah koalisi dari institusi-institusi yang mengumpulkan koleksi-koleksinya yang khas secara elektronik.
Drobnik dan Monch (dalam Nugroho, 2000) mendefinisikan perpustakaan digital sebagai sekumpulan dokumen elektronik yang diorganisasikan agar mudah ditemukan ulang dan dibaca.
Association of Research Libraries (ARL), 1995, mendefinisikan perpustakaan digital sebagai berikut:
1. Perpustakaan digital bukanlah kesatuan tunggal.
2. Perpustakaan digital memerlukan teknologi untuk dapat menghubungkan ke berbagai sumberdaya.
3. Hubungan antara berbagai perpustakaan digital dan layanan informasi bagi pemakai bersifat transparan.
4. Akses universal terhadap perpustakaan digital dan layanan informasi merupakan suatu tujuan.
5. Koleksi-koleksi perpustakaan digital tidak terbatas pada wakil dokumen; koleksi meluas sampai artefak digital yang tidak dapat diwakili atau didistribusikan dalam format tercetak.
Komariah Kartasasmita mendefinisikan perpustakaan digital sebagai sebuah sistem yang memiliki berbagai layanan dan obyek informasi yang mendukung pemakai yang membutuhkan obyek informasi tersebut melalui perangkat digital atau elektronik.
Romi Satria Wahono mendefinisikan perpustakaan digital sebagai suatu perpustakaan yang menyimpan data baik itu buku (tulisan), gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan menggunakan protokol elektronik melalui jaringan komputer. Menurutnya, istilah perpustakaan digital memiliki pengertian yang sama dengan perpustakaan elektronik (electronic library) dan perpustakaan maya (virtual library)
Sedangkan Perez dan Enrech berpendapat bahwa definisi yang tepat dari perpustakaan maya (virtual library) diadaptasi dari visi sebagai berikut: akses jarak jauh dari titik manapun di dunia ini menuju isi perpustakaan dan segala jenis informasi, dengan menggunakan komputer.
Dari definisi-definisi di atas dapat diambil sintesa bahwa perpustakaan digital adalah organisasi atau lingkungan yang mengelola koleksi informasi berupa tulisan, gambar, dan suara dalam bentuk elektronik dan memberikan pelayanan kepada pengguna melalui jaringan internet.
D. Tujuan Perpustakaan Digital
________________________________________
Sebagaimana yang diharapkan pada gagasan awal, perpustakaan digital bertujuan untuk membuka akses seluas-luasnya terhadap informasi yang sudah dipublikasikan. Tujuan perpustakaan digital menurut Association of Research Libraries (ARL), 1995, adalah sebagai berikut:
• Untuk melancarkan pengembangan yang sistematis tentang cara mengumpulkan, menyimpan, dan mengorganisasi informasi dan pengetahuan dalam format digital.
• Untuk mengembangkan pengiriman informasi yang hemat dan efisien di semua sektor.
• Untuk mendorong upaya kerjasama yang sangat mempengaruhi investasi pada sumber-sumber penelitian dan jaringan komunikasi.
• Untuk memperkuat komunikasi dan kerjasama dalam penelitian, perdagangan, pemerintah, dan lingkungan pendidikan.
• Untuk mengadakan peran kepemimpinan internasional pada generasi berikutnya dan penyebaran pengetahuan ke dalam wilayah strategis yang penting.
• Untuk memperbesar kesempatan belajar sepanjang hayat.
E. Peran Perpustakaan Digital
________________________________________
Ismail Fahmi menjelaskan bahwa perpustakaan digital berperan sebagai penyedia informasi, penyedia layanan informasi, atau pengguna informasi dengan memanfaatkan jaringan dan teknologi digital. Namun bagaimana koleksi digital itu dimanfaatkan, sangat tergantung dari bagaimana informasi tersebut dibuat, diorganisasikan, dan disajikan.
Selain itu perpustakaan digital bukan hanya berkenaan dengan manajemen pengetahuan (knowledge management) dan informasi. Arlinah Raharjo menjelaskan bahwa perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi mulai diharapkan untuk menjalankan peranan yang lebih sebagai pendamping dalam proses pendidikan seumur hidup. Tantangan bagi pustakawan adalah untuk memahami dan menentukan posisinya dalam proses perubahan dan beralih dari pemikiran perpustakaan sebagai ruang fisik semata ke suatu kenyataan baru perpustakaan sebagai organisasi yang harus mengembangkan jenis layanan informasi digital.
F. Masalah dan Isu-Isu mengenai Perpustakaan Digital
________________________________________
Pengembangan perpustakaan digital bukan tidak mengalami hambatan. Ada beberapa hal yang menjadi bahan perhatian, yaitu:
1. Kemampuan dan penentuan biaya. Seperti halnya dengan inovasi lain yang membutuhkan suatu investasi, begitu pun perpustakaan digital. Apalagi infrastruktur komputer masih membutuhkan biaya yang besar.
2. Masalah hak cipta yang terbagi dua: hak cipta pada dokumen yang didigitalkan dan hak cipta pada dokumen di communication network. Di dalam hukum hak cipta masalah transfer dokumen lewat jaringan komputer belum didefinisikan dengan jelas.
3. Masalah mendigitalkan dokumen. Yaitu bagaimana mendigitalkan dokumen dan jenis penyimpanan digital dokumen, baik berupa full text maupun page image.
4. Masalah penarikan biaya. Hal ini menjadi masalah terutama untuk perpustakaan digital swasta yang menarik biaya atas setiap dokumen yang diakses. Penelitian di bidang ini banyak mengarah ke pembuatan sistem deteksi pengaksesan dokumen atau pun upaya mewujudkan electronic money.
Langganan:
Postingan (Atom)